dadaaah.

sial, kombinasi antara lagu-lagu melow dengan rintik hujan diluar berhasil membuat perasaanku mengharu biru. sepertinya aku salah memilih playlist. tapi bukankah setelah hari itu, seluruh playlist di media player ku berisi lagu-lagu sendu? tentang kenangan, cinta yang hilang, dan kepedihan?
dan jika sekarang aku mulai mengenang kembali waktu itu, ada senyum dsana,
tentang romantisme masa muda yg tak tergantikan,
tentang sebuah semangat yg berkobar hanya dari sms2 yg kau kirimkan,
tentang semuanya.
walau ada jugak perih terselip,
itu biasa. .
walaupun aku tidak rela melepaskan semua itu pergi dari hidupku, namun jika sang waktu telah memutuskan sesuatu, siapa yang bisa melawannya? siapa yang kuasa tuk protes pada nya?
kamu? aku? kita?
tak ada.
selamat tinggal buat semua kenangan yang telah tercipta.
semoga aku bisa menjalani hidupku ke depan seindah dua tahun ini.

entah harus kusebut apa rasa ini

dan mulai detik ini, sesuatu yang telah dua tahun ini menjadi alasanku untuk melakukan apapun,
a p a p u n.
akan pergi. meninggalkanku. tanpa permisi, dan tanpa kompromi.
tak ada yang tahu, aku sedang menangis tersedu-sedu di balik topeng tawa lebar yang kupakai siang itu. memunguti kembali kepingan-kepingan kecil hatiku yang telah terpecah entah berapa bagian. dan kembali mencoba membangunnya menjadi satu keutuhan yang baru. namun ternyata aku tak mampu. ada satu kepingan besar yang hilang disana.
hatiku mungkin takkan pernah utuh lagi.
Aku tak percaya lagi / dengan apa yang kau beri / aku terdampar disini / tersudut menunggu mati / aku tak percaya lagi / akan guna matahari / yang dulu mampu terangi / sudut gelap hati ini
Aku berhenti berharap / dan menunggu datang gelap / sampai nanti suatu saat / tak ada cinta kudapat / kenapa ada derita / bila bahagia tercipta / kenapa ada sang hitam / bila putih menyenangkan
Kau ajarkan aku bahagia / Kau ajarkan aku derita
Kau tunjukan aku bahagia / Kau tunjukan aku derita
Kau berikan aku bahagia / Kau berikan aku derita
lagu itu bagai diputar berkali-kali dengan volume maksimum di telingaku.
memenuhi isi kepala, lalu turun menghujam ke hati.
perih.
ah, aku tak bisa membohongi hatiku.

aku takut mendengar kalimat-kalimat yang mungkin berpotensi melukaiku lagi. hatiku sudah cukup sakit hari ini. tidak perlu ditambah lagi. lebih baik aku tidak pernah tahu apa alasannya, daripada hatiku yang sudah hancur ini menjadi mati. baik fisik maupun hati. aku tak lebih dari zombie yang bergerak karena naluri, ataupun robot-robot besi bertenaga baterai.
ah sudahlah.
tak ada lagi artinya aku terus-terusan mengeluh.
toh dia takkan pernah bisa tahu sedalam apa perasaanku ini padanya.

up